Selasa, 29 Juni 2010

Distribute Storage

1. SAN (Storage Area Network)

SANs merupakan suatu jaringan terdedikasi ( dedicated network ) yang terpisah dari LAN dan WANs. Pada umunya SANs melayani interkoneksi lebih dari satu server. Dimana karakter interkoneksi laju datanya ( data rates ) mencapai gigabits per detik. Untuk melakukan manajemen, pengawasan, dan konfigurasi, SANs menggunakan perangkat lunak khusus. SANs menyediakan banyak keuntungan, diantaranya operasi peyimpanan data yang terpusat, dapat diakses oleh server atau client dengan platform berbeda, dan didalamnya juga berisikan alat peyimpanan data ( storage device ) yang beda – beda seperti RAID, SCSI, dan network attached storage ( NAS ). Dengan berkembangnya teknologi SANs, saat ini terdapat dua tipe SANs yaitu Teknologi Fiber Channel [3] dan iSCSI[2], dimana iSCSI adalah tipe yang terbaru.

Tujuan utama SAN adalah untuk menangani trafik data dalam jumlah besar antara server dan peralatan penyimpan, tanpa mengurangi bandwidth yang ada di LAN/WAN. Biasanya tersambung melalui Fiber Channel, sebuah teknologi komunikasi data berkecepatan sangat tinggi, menjadikan SAN sebuah jaringan dedicated yang platform-independent yang beroperasi dibelakang server. SAN terdiri dari infrastruktur komunikasi, yang memberikan sambungan fisik, dan lapisan managemen, yang mengatur sambungan, elemen penyimpan, dan sistem komputer sehingga menghasilkan transfer data yang sangat aman dan handal.

Konsep tradisional hubungan penyimpan-server mengacu pada pendapat bahwa pemilik media penyimpan (storage) tersebut adalah server, hal ini menyebabkan terjadi limitasi dalam akses data. Pada saat lingkungan komputasi bergerak dari model yang server-centric ke data-centric, akses ke sumber daya data menjadi sangat kritis. Storage Area Network (SAN) adalah enabling technology yang memungkinkan sumber daya penyimpanan untuk di share, sambil memberikan servis akses data secara terus menerus, cepat dan mudah.

Keterbatasan kecepatan, jarak, dan konektifitas dari teknologi SCSI telah mendorong untuk mencari alternatif solusi daripada metoda penyimpanan tradisional yang server-centric. Kebutuhan untuk data sharing dan LAN yang bebas backup (yang memisahkan antara trafik standar LAN/WAN dengan trafik backup) telah mendorong awal pergerakan menuju teknologi SAN. Kebutuhan ini, di dorong pula dengan keinginan untuk menempatkan semua data secara online dan dapat di akses 24x7 dengan kebutuhan globalisasi dan pertambahan populasi pengguna Internet, akhirnya mendorong perkembangan pasar SAN.





Keuntungan utama dari SAN adalah:

  1. Availability: satu copy dari data jadi dapat di akses oleh semua host melalui jalur yang bebeda dan semua data lebih effisien di manage-nya.

  2. Reliability: infrastruktur transport data yang dapat menjamin tingkat kesalahan yang sangat minimal, dan kemampuan dalam mengatasi kegagalan.

  3. Scalability: server maupun media penyimpanan (storage) dapat ditambahkan secara independent satu dan lainnya, dengan tanpa pembatas harus menggunakan sistem yang proprietary.

  4. Performance: Fibre Channel (standar enabling teknologi untuk interkonektifitas SAN) mempunyai bandwidth 100MBps bandwidth dengan overhead yang rendah, dan SAN akan memisahkan trafik backup dengan trafik standar LAN/WAN.

  5. Manageability: berkembangnya perangkat lunak dan standar baik untuk FC-AL (Fibre Channel Arbitrated Loop) maupun Fibre Channel fabric memungkinkan managemen dilakukan secara terpusat dan koreksi dan deteksi kesalahan yang proaktif.

  6. Return On Information Management: Karena bertambahkan tingkat redudansi dan kemampuan managemen yang baik, maupun kemampuan untuk di tambahkan server dan media penyimpan (storage) secara independen – SAN pada akhirnya memungkinan biaya kepemilikan yang rendah pada saat yang sama menaikan Return On Information Management (ROIM) di bandingkan metoda penyimpanan tradisional.









Ada 2 tipe jenis SANs yaitu Teknologi Fiber Channel dan iSCSI

  1. Fiber Channel

Pada infrastruktur ini, storage dan server dihubungkan melalui sebuah jaringan yang berkecepatan tinggi dan dihunbungkan dengan Fibre Channel Switch Fabric ( FC - SW ) dengan menggunakan teknologi internet Fibre Channel Protocol (iFPC) dan Fibre Channel Over IP (FCIP) Gateway. Pada gambar dibawah ditunjukan bahwa server dihubungkan ke FC-SW dan Alat penyimpanan data ( Storage device ) juga terhubung ke FC – SW, dimana FC-SW merupakan switch fabric yang mempunyai berkecepatan tinggi. Sedangkan FCP digunakan untuk Host Bus Adapter ( HBA ), dimana server atau client dapat melakukan proses hubungan langsung dengan SANs memalui TCP/IP.

Gambar Ilustrasi Teknologi Fiber Channel

Keuntungan SANs menggunakan Fibre Channel yaitu

1. Performa yang sangat tinggi, kecepatan laju data yang tinggi dengan troughtput mencapai 2 GB, membuat FC idela untuk permintaan transaksi aplikasi data pada sistem storage,

2. Ketersediaan ( Availability ) yang sangat tinggi, Membolehkan konfigurasi tingkat redudansi mengirimkan akses data yang tidak dapat dinterupsi untuk aplikasi – aplikasi yang besifat kritis atau penting.

3. Ketangguhan ( Realibility ) yang tinggi, FC-SW menyediakan pengalamatan untuk mengatur dan memanuipulasi jalur – jalur data ke storage dan troubleshooting kesalahan atau kerusakan dengan cara cerdas.

Dan kekurangan dari Fibre Channel adalah masalah harga yang sangat tinggi untuk membangun infrastrukturnya dan membutuhkan tenaga IT yang berkemampuan tinggi untuk memanajemen dan merawat sistem yang dibangun



2. NAS (Network Attach Storage)

Network Attached Storage (NAS) merupakan sistem yang berdiri sendiri (independent system), dimana NAS adalah penyimpanan data yang dapat dipakai bersama (shareable storage) yang dihubungkan secara langsung ke jaringan komputer dan dapat diakses untuk bermacam-macam (heterogeneous) sistem operasi dan arsitektur server dan komputer klien.seperti Arsitektur x86, x86 – 64 bit, SPARC, sistem operasi UNIX, Windows XP/2000 Pro/Server, Netware, Linux, dan lain – lain. NAS Appliance ( peralatan ) intinya merupakan server, dimana dikhususkan untuk optimalisasi server yang berhubungan dengan file sharing ( File yang dapat digunakan bersama – sama ) melalui suatu jaringan komputer dan antar platform yang berbeda – beda.

Network-Attached Storage (NAS) mempunyai tujuan khusus yaitu untuk diakses dari jauh melalui data network. Klien mengakses NAS melalui RPC ( remote-procedure-call) seperti NFS untuk UNIX atau CIFS untuk Windows. RPC dibawa melalui TCP atau UDP (User Datagram Protocol) dari IP network biasanya dalam local-area network (LAN) yang sama dengan yang membawa semua lalu lintas data ke klien. Unit NAS biasanya diimplementasikan sebagai sebuah RAID array dengan software yang mengimplementasikan interface RPC.

Perangkat keras NAS didalamnya minimal terdapat komponen – komponen yaitu sebuah mikroporsesor, sebuah antarmuka jaringan ( Network Interface ) contohnya ethernet card, memori penyangga ( memory buffer ), dan tempat penyimpanan data ( storage device ) seperti hardisk, RAID, SCSI dll. Pada perangkat keras NAS yang harganya lebih mahal biasanya terdapat komponen – komponen tambahan seperti perangkat keras kriptografi, firewall, dan lain – lain.

NAS menyediakan jalan yang cocok untuk setiap komputer dalam sebuah LAN untuk saling berbagi pool penyimpanan dengan kemudahan yang sama seperti menamai dan menikmati akses seperti HAS lokal. Umumnya cenderung untuk lebih tidak efisien dan memiliki peforma yang lebih buruk dari penyimpanan direct-attached.





Gambar Ilustrasi NAS



3. iSCSI (internet Small Computer Standard Interfeace)

iSCSI yaitu protokol pertukaran data jaringan sebagai solusi atas interkoneksi SCSI dan Fibre Channel. Jika interkoneksi SCSI memiliki keterbatasan jangkauan koneksi dan kompleksitas manajemen blok penyimpanan, maka Fibre Channel adalah hal yang benar-benar baru.

iSCSI menyediakan alternatif harga yang lebih murah dibandingkan Fibre Channel dengan keuntungan dan kelebihan dari teknologi storage area networks ( SANs ). iSCSI mempunyai protokol sendiri didalam sistemnya, dimana protokol iSCSI menhasilkan harga yang lebih murah dan mudah dalam menjalankan peralatannya, ini dikarenakan iSCSI mengambil dan mengadopsi kelebihan kelebihan dari ethernet system yang meliputi peralatan yang digunakan oleh sistem ethernet termasuk board, switch, perangkat lunak untuk manajemennya, termasuk masalah kebutuhan tenaga teknisi yang mempunyai kemampuan dasar sistem ethernet.

iSCSI dapat memanfaatkan sumberdaya jaringan yang telah ada, dan tidak terlalu diperlukan pelatihan dan pengalaman tinggi khusus bagi administrator sistem umumnya untuk dapat menangani dan mempersiapkannya. Hampir semua mesin-mesin solusi penyimpanan, sudah dilengkapi dengan kemampuan iSCSI. Jadi begitu mesin storage server tersebut ada, konfigurasikan untuk terhubung ke jaringan, maka semua mesin lain yang berada di jaringan tersebut langsung bisa memanfaatkannya.iSCSI membangun lapisan protokolnya diatas TCP/IP.

Dengan membangun infraktruktur iSCSI SANs mendapat keuntungan sebagai berikut :

  1. Infrastruktur iSCSI yang dibangun mempunyai fleksibilitas dengan IP network dan teknologi ethernet.

  2. Efesiensi dan efektifitas harga. Dimana iSCSI SANs mempunyai harga yang relative lebih murah dibandungkan dengan FC sampai dengan 50%.

Mudah diimplemetasikan dan diatur karena menggunakan standar industri teknologi IP. Oleh karena itu iSCSI hanya membutuhkan sedikit tenaga teknisi dengan kemampuan yang tidak setinggi FC.

Gambar Ilustrasi iSCSI



4. NFS (Network File System)

Network File System (NFS) merupakan sebuah protokol yang dikembangkan oleh Sun Microsystem pada tahun 1984 dan NFS didefinisikan dalam RFC 1094, 1813 dan 3530 sebagai “DFS” yang mengijikan sebuah komputer untuk mengakses file melalui network serasa akses file di disk local. NFS merupakan protokol yang sangat mendukung dalam pengaplikasian suatu file system yang terdistribusi.

Tujuan dari NFS adalah untuk memungkinkan terjadinya pertukaran sistem berkas secara transparan antara mesin-mesin bebas tersebut. Hubungan yang terjadi di sini didasarkan pada hubungan client-server yang menggunakan perangkat lunak NFS server dan NFS client yang berjalan diatas workstation.

NFS didesain agar dapat beroperasi di lingkungan ataupun jaringan yang heterogen yang meliputi mesin, platform, sistem operasi, dan arsitektur jaringan. Ketidaktergantungan ini didapat dari penggunaan RPC primitif yang dibangun diatas protokol External Data Representation (XDR).

Jika misalnya terjadi sebuah pertukaran sistem berkas antara server dan client , maka pertukaran sistem berkas yang terjadi disini harus dipastikan hanya berpengaruh pada tingkat client dan tidak mempengaruhi sisi server , karena server dan client adalah mesin yang berbeda dan sama-sama bebas. Untuk itu, mesin client harus melakukan operasi mount terlebih dahulu agar remote directory dapat diakses secara transparan.

NFS umumnya menggunakan protokol Remote Procedure Call (RPC) yang berjalan di atas UDP dan membuka port UDP dengan port number 2049 untuk komunikasi antara client dan server di dalam jaringan. Client NFS selanjutnya akan mengimpor sistem berkas remote dari server NFS, sementara server NFS mengekspor sistem berkas lokal kepada client.

Mesin-mesin yang menjalankan perangkat lunak NFS client dapat saling berhubungan dengan perangkat lunak NFS server untuk melakukan perintah operasi tertentu dengan menggunakan request RPC. Adapun operasi-operasi yang didukung oleh NFS adalah sebagai berikut:

a. Mencari berkas di dalam direktori.

b. Membaca kumpulan direktori.

c. Memanipulasi link dan direktori.

d. Mengakses atribut berkas.

e. Membaca dan menulis berkas.

Perlu diketahui bahwa server NFS bersifat stateless , yang artinya setiap request harus mengandung argumen yang penuh dan jelas sebab server NFS tidak menyimpan sejarah informasi request . Data yang dimodifikasi harus di commit ke server sebelum hasilnya di kembalikan ke client . NFS protokol tidak menyediakan mekanisme concurrency-control.

Beberapa manfaat NFS diantaranya ialah

  1. Lokal workstations menggunakan ruang disk lebih kecil.

  2. Pemakai tidak harus membagi direktori home pada setiap mesin di jaringan.

  3. Direktori home dapat di set up pada NFS server dan tersedia melalui jaringan.

  4. Device penyimpanan seperti floppy disk, CDROM drives, dll dapat digunakan oleh mesin lainnya.



Kerugian /Kelemahan NFS

1. Desain awal hanya untuk jaringan yang lokal dan tertutup

2.Security

3. Congestion (Traffic yang tinggi bisa menyebabkan akses lambat)



5. AoE (ATA over Ethernet)

ATA over Ethernet (AoE) adalah metode penyediaan storage jaringan sebagai block device. AoE menambahkan deretan metode penyediaan block device storage dengan memanfaatkan konektifitas jaringan. AoE lahir sebagai jawaban atas metode-metode yang telah lahir sebelumnya: iSCSI dan FCoE. AoE mungkin lebih dapat dipersandingkan dengan FCoE daripada iSCSI. AoE adalah non-routability storage network, dimana aksesnya tidak tersedia diatas TCP/IP. AoE menggunakan lapisan yang lebih rendah dari TCP/IP jika dipandang dari OSI layer. AoE pada dasarnya membungkus perintah-perintah akses ke drive SATA melalui ethernet. Dan karena itu pula justru bisa mereduksi ongkos CPU TCP/IP sekaligus melekatkan faktor keamanannya sejak dari awal. Kemungkinan intruder hanya bisa dilakukan dari dalam jaringan. Tetapi ini dapat diatasi dengan pembatasan MAC Address dan penguncian paket network dari router. Fitur keamanan masih bisa diterapkan sebagai tambahan pada level filesystem.





Saat ini, hanya Coraid, satu-satunya perusahaan yang menyediakan dukungan perangkat keras AoE SAN dengan Etherdrive. Di lingkungan Windows Rocket Division menyediakan Starwind/Starport sebagai implementasi AoE target dan AoE initiator, tersedia free untuk kebutuhan personal dan terbatas hanya satu ekspansi. Implementasi AoE target di Windows pada dasarnya belum ada yang tersedia secara benar-benar bebas, tetapi pada initiator sudah tersedia Winaoe. Winaoe tersedia dalam bentuk non-gui,masih versi 0.9x tetapi sudah cukup stabil digunakan.



AoE dapat diimplementasikan dengan cepat dan mudah pada Linux. AoE di Linux tersedia 3 cara implementasi yang sudah ada: vblade yang dapat dilakukan pada level userspace, kvblade sebagai kernel modul dan ggaoed yang dapat dijalankan pada userspace tetapi memanfaatkan beberapa fitur kelebihan Linux.

ATA over Ethernet ini sangat mudah dan cepat diaplikasikan. Pada kebutuhan mendesak penambahan kapasitas storage, AoE bisa menjadi alternatif selain iSCSI atau nanti FcoE. Coraid melaporkan transfer rate pertukaran data yang sangat tinggi dibandingkan dengan iSCSI, tetapi ini sengat tergantung dengan konfigurasi dan desain jaringan. Saya lebih melihat stabilitas koneksi yang lebih baik dibandingkan iSCSI.



6. Strategi Backup

Salah satu keuntungan dari network storage berbasis IP adalah membuat customer bisa memilih arsitektur penyimpanan yang seperti apa (distributed atau centralized) sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dengan mempertimbangkan manajemen backup dan proses recovery, beragam strategi implementasi dapat diterapkan.





Jenis-jenis Strategi Backup :



  1. Disaster Recovery

Strategi recovery yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang proses pemindahan data pada sistem yang kritis ke pusat pengolahan data alternatif. Disaster Recovery Planning merupakan aktifitas yang penting. Disaster Recovery Plan didesain untuk menjamin kelangsungan proses bisnis yang vital jika terjadi disaster. Rencana ini merupakan solusi yang efektif yang dapat digunakan untuk me-recover semua proses bisnis yang vital dalam jangka waktu yang diinginkan menggunakan record-record data vital yang disimpan secara off-line. Dalam implementasinya, disaster recovery planning memerlukan serangkaian langkah yang kompleks. Disaster recovery planning bukanlah pekerjaan yang dilakukan sekali dan langsung selesai pada saat itu juga, ia harus di-maintain dan dites secara berkala (dengan kata lain, disaster recovery planning merupakan pekerjaan yang dilakukan secara berkelanjutan).

1. Offline Backup Solutions

Offline backup adalah sebuah mekanisme yang melibatkan proses pembuatan copy-an data dari primary storage (di filers) ke offline media seperti tape. Proses ini menghubungkan tape drives langsung ke filers. Gambar dibawah menggambarkan secara umum topologi jaringan untuk Offline Backup. Sebagai tambahan, topologi jaringan ini bisa menggunakan SCSI, Fibre Channel, atau Ethernet network fabric.



Terdapat dua metode offline backup :

a. Disk-to-Tape Deployment

Penyebaran backup tipe NAS (Network Attached Storage) termasuk satu atau lebih aplikasi server backup yang ada di pusat data. Dengan peningkatan dalam penerapan konfigurasi backup berbasis

b. Disk-to-Disk-to-Tape Deployment

Pendekatan unik lain untuk backup berbasis LAN adalah sebuah teknologi baru dari NetApp, seperti produk NearStore™, yang mendukung efektifitas mekanisme backup disk to disk. Software NetApp\'s SnapMirror® dapat digunakan untuk replikasi data asyncronous melalui sebuah IP/Ethernet connection dari filers di remote sites ke NearStore appliance yang terletak di central site, dengan kapasitas penyimpanan yang besar yang tidak mahal, dimana dapat digunakan untuk mereplikasi data dari remote site.





Gambar topology yang menggunakan NearStore dan teknologi SnapMirror.

2. Online Backup Solutions

Proses offline backup saja tidak cukup untuk memberikan jaminan proteksi data pada sebuah perusahaan bila terjadi data loss dalam proses backup data dari client ke filler. Oleh karena itu dibutuhkan online data protection untuk menangani masalah di atas. Salah satu bentuk online data protection yang dapat diterapkan pada DRC adalah Remote Site Disaster Recovery

Plihan konfigurasi untuk remote site disaster recovery sangat beragam tergantung pada jarak antara sites, level redundansi yang dibutuhkan, dan metode lain untuk data recovery.

a. Active/Passive

Filer A di Site A di dalam gambar di bawah ini menggunakan teknologi SnapMirror untuk mengupdate data di Filer B di Site B. Dengan demikian, Filer B berperan sebagai tempat backup online untuk data dari filer A.

Misalkan terjadi disaster di site A, copyan online dari data di filer B dapat dikonversi menjadi bentuk read/write ketika filer A berhenti melakukan snap mirror ke site B. Clients yang terhubung dengan Filer A dapat memulai mengakses data dari filer B. Ketika Filer A bisa berfungsi dengan baik lagi dan online, volume dan snapshot dari filer B dapat dikembalikan kembali ke filer A.

b. Active/Active

Konfigurasi disaster recovery active/active dalam gambar 7 mirip dengan konfigurasi active/passive terkecuali bahwa Site B juga digunakan sebagai production site. Setelah data dari filer A di replikasi ke filer B, data di filer B juga direplikasi kembali ke filer A dengan Snapmirror untuk perlindungan dua arah. Ini membuat kedua site bisa saling me-recover jika terjadi disaster di salah satu site. Setiap site juga terus melayani permintaan data dari local clients.

Copy-an data dari hasil SnapMirror di site B dapat ditransfer ke tape library di site A untuk memusatkan operasi backup melalui multiple sites.

c. Multisite Topologies

Teknologi Snap Mirror yang dipakai di konfigurasi Multisite Topologies bisa disesuaikan arahnya. Multisite topologies digunakan di perusahaan besar yang mempunyai data center yang tersebar di berbagai benua. Contoh konfigurasi seperti ditunjukkan pada gambar 6 dapat mengatur disaster recovery dari 3 site.Site-site ini dapat terletak di dalam kampus, area metropolitan, atau antar negara.

SnapMirror dapat dilakukan di Filer A, B, dan C dalam mode siklik. Volume data dan snapshot dari filer A direplikasi ke filer B, filer B ke Filer C, dan Filer C kembali ke Filer A. Hal ini memungkinkan data di sembarang site dapat diakses dari site pasangannya. Misalkan filer B di site B rusak, maka client-nya dapat mengakses data yang sudah di-copy dari Filer C. Dengan metode ini, jika terjadi disaster di salah satu site dapat ditanggulangi oleh site pasangannya.

Data dari Site B dan Site C dapat direplikasi menggunakan SnapMirror ke data center Site A dan dipindahkan ke tape library selama penyimpanan offline.

Perbandingan Konfigurasi Active/Passive, Active/Active dan Multisite Topologies

Masing-masing konfigurasi untuk menerapkan online data protection memiliki kelebihan dan kekurangan.

Konfigurasi Active/Active memiliki keunggulan pada proteksi dua arah. Dengan proteksi ini, jika terjadi disaster di salah satu site, maka kedua site bisa saling me-recover. Selain itu, kedua site dalam konfigurasi Active/Active bisa berfungsi sebagai production site.

Konfigurasi Multisite Topologies memiliki kehandalan dalam mengintegrasikan data-data yang berbeda dari banyak remote site.

  1. Melakukan backup data secara berkala

Data yang kita miliki biasanya berubah dari waktu ke waktu. Hari ini kita punya sepuluh file Open Office Write, tetapi bisa saja minggu depan menjadi 50 atau lebih. Atau bisa saja filenya tetap sepuluh namun ukurannya bertambah kira-kira dua sampai lima kali lipat. Dengan demikian, backup juga seharusnya mengikuti perkembangan data ini. Hal ini menuntut kita untuk selalu melakukan backup secara rutin. Namun, mungkin akan ada pertanyaan pada contoh berikut ini. Apabila data awalnya 100 MB seiring dengan waktu bertambah ukurannya menjadi 400 MB, apakah perlu di-backup seluruhnya? Sebelum menjawabnya, Anda perlu menge­nal dua strategi backup:

  1. differential backup: hanya mem-backup data yang diperbarui sejak full backup terakhir.

  2. incremental backup: hanya melakukan backup pada data yang diperbarui sejak backup terakhir.

Untuk mempermudah pemahaman mengenai dua strategi tersebut simak contoh berikut ini. Pada awal full backup besar datanya 100 MB pada tanggal 1 Januari 2009. Kemudian, datanya menjadi 300 MB pada 15 Januari 2009. Berikutnya, data membengkak menjadi 700 MB pada 30 Januri 2009. Apabila kita melakukan tiga kali full backup, maka secara keselurahan kita membutuhkan area sebesar 1100 MB. De­ngan kedua strategi backup tadi, maka:

  1. Full backup pertama menyita area 100 MB. Lalu, Anda dua kali melakukan differential backup. Pertama pada 15 Januari yang memakan 200 MB. Lalu pada 30 Januari memakan 600 MB. Total butuh ruang sebesar kurang lebih 900 MB.

  2. Full backup pertama tetap menyita 100 MB dan dua kali dilakukan incremental backup. Pertama sebesar 200 MB dan kedua sebesar 400 MB (600 MB-300 MB). Dengan demikian, total Anda membutuhkan sekitar 700 MB.

Ruangan yang dibutuhkan hanyalah perkiraan karena ukuran sebenarnya tergantung bagaimana cara kita melakukan backup itu sendiri; apakah benar-benar hanya perbedaan datanya yang disalin atau file yang berubah di-copy seluruhnya.

Cara paling ampuh untuk memeriksa file mana saja yang berubah adalah de­ngan memanfaatkan opsi "-mtime" pada perintah find. Perhatikan pe­rintah di bawah ini.

$ find /home/joe/Documents -type

f -mtime -7





Perintah fine di atas akan menampilkan file di dalam direktori “Documents” yang dimodifikasi isinya maksimal tujuh hari sebelum hari ini. Perhatikan adanya tanda minus (-) di sana. Apabila Anda memakai tanda plus (+), maka maknanya menjadi "minimal diakses selama sekian hari". Apabila tidak memakai tanda plus minus, maka ini berarti "terakhir kali diakses setelah sekian sehari".

Berbekal cara ini, Anda dapat menerapkan dua strategi di atas sebagai berikut.

1.Untuk differential, pada tanggal 15 lakukan:

$ mkdir /mnt/disk/backup-15-jan

$ find /home/joe/Documents -type f -mtime -15 -exec cp -a {} /mnt/disk/backup-15-jan/

Di tanggal 30:

$ mkdir /mnt/disk/backup-30-jan

$ find /home/joe/Documents -type f -mtime -30 -exec cp -a {} /mnt/disk/backup-30-jan/

2.Untuk incremental, pada tanggal 15 lakukan perintah berikut ini.

$ mkdir /mnt/disk/backup-15-jan

$ find /home/joe/Documents -type f -mtime -15 -exec cp -a {} /mnt/disk/backup-15-jan/

Di tanggal 30

$ mkdir /mnt/disk/backup-30-jan

$ find /home/joe/Documents -type f -mtime -15 -exec cp -a {} /mnt/disk/backup-30-jan/

Menyelamatkan data saat terjadi kehilangan data

Saat terjadi kerusakan data, peran data yang telah tersimpan dalam media backup menjadi penting artinya. Akan tetapi, jangan tunggu terjadinya kerusakan data. Ujilah apakah restore berjalan baik.

Restore bisa dilakukan dengan cara mengembalikan beberapa file yang rusak atau mengembalikan secara total hasil backup terakhir yang kita miliki. Untuk restore file individual, Anda hanya perlu meng-copy kembali file ke direktori kerja Anda. Yang agak merepotkan adalah jika Anda menggunakan format tar atau cpio. Cara mengatasinya:

1. Buat direktori untuk menampung file hasil extract dan pindah ke dalamnya agar menjadi direktori aktif:

# mkdir /tmp/test

# cd /tmp/test

2. Cari tahu nama file yang perlu di-restore dan path lengkapnya. Contohnya jika file-nya bernama "resume.odt" dan berada dalam direktori /home/joe/Documents. Maka untuk meng-extract-nya lakukan seperti ini:

# cat /mnt/disk/document.tar | tar -xv

Documents/resume.odt

3. Adapun untuk perintah cpio:

# cat /mnt/disk/document.tar | cpio -idv

Documents/resume.odt

Apabila file yang di-restore cukup banyak, lebih praktis jika backup di-restore seluruhnya ke direktori tersendiri lalu akses file yang diperlukan. Cara ini lebih cepat daripada memilih file satu per satu dari media backup. Sebagai penutup, semoga artikel ini bisa menambah wawasan Anda dalam melakukan backup dengan berbagai utility sederhana di Linux.

Contoh Implementasi Recovery Sistem Operasi di UNIX

A. Langkah Proses Recovery

Dalam disaster recovery, proses recovery sistem operasi merupakan satu hal yang sangat penting. Berikut adalah bagan proses recovery untuk Sistem Operasi jika terjadi kerusakan pada sistem operasi, backup software, dan server index serta file konfigurasi.

B. Jenis-jenis Proses Recovery Sistem Operasi

Ada dua metode yang biasa dipakai dalam proses recovery sistem operasi, yaitu menggunakan autochanger (autochanger berfungsi untuk membuat media loading dan mounting functions berjalan dengan otomatis selama proses backup dan recover) atau stand-alone drive. Untuk masing-masing metode, ada beberapa opsi untuk melakukan recovery sistem operasi. Opsi tersebut antara lain complete reinstallation (keseluruhan) atau partial reinstallation (sebagian). Penjelasan untuk masing-masing opsi tersebut adalah sbb :

Complete Reinstallation

Ketika kita melakukan complete reinstallation, yang kita lakukan adalah menginstall semua file sistem operasi dan menciptakan kembali konfigurasi unik apa saja yang ada sebelum terjadi kehilangan data atau disk crash. Pada beberapa kasus, recovery sistem operasi dapat lebih cepat bila dilakukan dengan complete reinstallation, khususnya bila kita menginstall sistem operasi dari CD dan kita memiliki sangat sedikit konfigurasi khusus yang harus dilakukan. Kecepatan complete reinstallation tergantung kepada kecepatan dari backup device dan kecepatan jaringan. Proses complete reinstallation sendiri bisa saja lebih lama bila dilakukan untuk me-recover sisa file dan konfigurasi yang menggunakan backup selama prosedur disaster recovery. Yang harus diperhatikan adalah jika kita memiliki device dengan konfigurasi default, yang tidak didukung secara langsung oleh sistem operasi, kita juga harus memodifikasi file konfigurasi di device itu selama instalasi.

Partial Reinstallation

Di sisi lain, partial installation memungkinkan Backup Server berjalan dengan cepat, sehingga kita bisa berkonsentrasi pada proses disaster recovery itu sendiri. Selanjutnya, kita bisa merecover sisa dari file sistem operasi menggunakan Backup. Kita tentu saja akan sangat menghemat waktu jika kita memiliki jumlah client yang banyak dan jumlah device di jaringan yang cukup banyak untuk dikonfigurasi.

Proses recover yang menggunakan backup, akan sangat menjamin bahwa server, client dan device akan dikonfigurasi ulang tepat seperti saat sebelum terjadinya disaster. Partial installation mengharuskan kita untuk melakukan beberapa langkah berikut ini:

· Jika perlu, pilihlah sebuah domain untuk system

· Installah file dasar sistem operasi dan software device driver

· Pastikan sistem yang dibangun berjalan dengan baik di jaringan.

Adapun kesamaan untuk kedua opsi ini (complete/partial installation) adalah kita harus menjalankan perintah tar untuk memastikan bahwa tape drive berfungsi dengan baik.

1. Recovery dengan menggunakan autochangers (JUKEBOXES)

Autochangers dijalankan selama disaster recovery dimana kita mengalami kehilangan indeks-indeks Backup server dan file-file konfigurasi. File-file konfigurasi itu terdapat di path (direktori) /nsr/res. Autochangers sering digunakan pada dua kondisi, yaitu:

  • apabila terjadi kehilangan indeks-indeks di Backup server dan file-file konfigurasi di server asal

  • pada saat kita memindahkan file backup dan kita harus me-recover indeks yang ada serta file konfigurasi ke server yang baru.

Program yang me-recover indeks-indeks dan file konfigurasi tidak mengenal autochangers. Konsekuensinya, kita harus menggunakan autochanger seakan-akan autochanger itu merupakan standalone drive untuk bagian dari recovery itu. Gunakan kontrol panel autochanger untuk melakukan mount dan unmount dari volume backup yang penting.

Setelah me-recover indeks dan file-file konfigurasi, kita akan memiliki semua file konfigurasi autochanger yang asli kembali ke tempatnya. Kita sekarang bisa menggunakan autochanger untuk me-recover sisa data kita.

PENAMBAHAN DAN KONFIGURASI AUTOCHANGER

Jika kita ingin me-recover dengan autochanger, maka ada beberapa hal yang harus kita ketahui, seperti:

  • Jika autochanger memiliki lebih dari satu drive, maka gunakanlah drive yang pertama untuk recovery.

  • Kita tidak akan mampu menggunakan fungsionalitas penuh dari autochanger ketika menyimpan kembali indeks-indeks server dan file konfigurasi.

  • Kita harus menggunakan tombol backup mount dan tombol unmount serta kontrol panel autochanger untuk mount dan unmount volume.

  • Ketika kita me-recover indeks-indeks server dan file konfigurasi, kita me-recover file konfigurasi autochanger seakan-akan file-file dan indeks-indeks itu ada pada saat proses backup yang terakhir, termasuk inventory dari autochanger itu.

Langkah-langkah untuk melakukan disaster recovery dengan autochanger:

  • Jika perlu, install kembali system operasi dan software backup.

  • Jalankan perintah jbconfig untuk menambah dan mengkonfigur autochanger.

  • Jalankan perintah nsrjb –vHE. Jika opsi –E tidak disupport oleh autochanger, gunakan /etc/LGTOuscsi/sjiielm untuk menginisialisasi status elemen. Perintah nsrjb –vHE me-reset autochanger untuk melakukan operasi, mengeluarkan volume backup, menginisialisasi kembali elemen status, dan memeriksa setiap slot untuk sebuah volume.

  • Temukan lokasi data bootstrap, baik dalam bentuk file elektronik atau hardcopy. Dengan informasi dari data bootstrap, tentukan volume mana yang penting untuk me-recover indeks-indeks server dan file konfigurasi.

  • Ketikkan perintah nsrjb –I untuk melakukan inventory terhadap isi dari autochanger, untuk membantu kita memutuskan jika volume yang dibutuhkan untuk me-recover bootstrap berada di luar autochanger.

  • Load volume yang tepat dengan mengetikkan perintah:

# nsrjb -l -S slot -f device-name

  • Slot adalah slot dimana volume pertama diletakkan dan device-name adalah nama path dari drive pertama. Kita juga bisa, sebagai ganti dari perintah ini menggunakan tombol Backup Mount.

  • Ketik mmrecov. Jika bootstrap spans melintasi lebih dari satu volume, maka proses backup akan mengingatkan kita untuk me-load volume backup yang lain.

  • Unmount volume tersebut setelah indeks-indeks selesai di-recover dengan mengetikkan perintah :

# nsrjb -u -S slot -f device-name

  • Atau kita juga bisa menggunakan tombol backup unmount.

  • Shutdown backup.

  • Ubah nama direktori /nsr/res menjadi /nsr/res.orig

  • Ubah nama direktori /nsr/res.R menjadi /nsr/res

  • Restart Backup

2. Recovery dengan Stand-Alone drive

Jika kita memilih untuk menggunakan drive yang ada di autochanger, maka kita harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

  • Jika autochanger memiliki lebih dari satu drive, maka gunakanlah drive yang pertama untuk recovery.

  • Secara manual, kita harus melakukan mount terhadap volume backup yang dibutuhkan untuk me-recover indeks-indeks server dan file-file konfigurasi.

  • Jika kita membuang volume backup dari autochanger cartridge yang digunakan untuk me-recover indeks-indeks backup dan file-file konfigurasi, pastikan untuk meletakkan mereka kembali dalam satu slot ketika semua proses telah selesai dilaksanakan.

Langkah-langkah untuk melakukan disaster recovery dengan stand-alone drive :

  • Jika perlu, install kembali sistem operasi dan software backup.

  • Tentukan letak data bootstrap, baik dalam bentuk file elektronik atau hardcopy. Dengan informasi dari data bootstrap, tentukan volume mana yang penting untuk me-recover indeks-indeks server dan file konfigurasi.

  • Secara manual, mount volume yang bersesuaian ke dalam drive.

  • Ketikkan perintah mmrecov.

  • Shutdown backup.

  • Ubah nama direktori /nsr/res menjadi /nsr/res.orig

  • Ubah nama direktori /nsr/res.R menjadi /nsr/res

  • Restart Backup

  • Ketikkan perintah nsrjb -vHE.

Perintah ini me-reset autochanger untuk operasi, mengeluarkan volume backup, menginisialisasi status elemen, dan memeriksa setiap slot untuk sebuah volume. Jika sebuah volume berada di dalam sebuah drive, volume itu akan di-remove dan ditempatkan dalam sebuah slot.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar